Return to site

Equity World | Bursa Asia Bergairah, Hang Seng Meroket 5% Lebih

Equity World | Bursa Asia Bergairah, Hang Seng Meroket 5% Lebih

Equity World | Mayoritas bursa Asia-Pasifik kembali ditutup bergairah pada perdagangan Selasa (1/11/2022), di mana saat ini pasar masih menanti pengumuman keputusan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS).

Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup menguat 0,33% ke posisi 27.678,92, Hang Seng Hong Kong meroket hingga 5,23% ke 15.455,27, Shanghai Composite China melejit 2,62% ke 2.969,2, Straits Times Singapura melesat 1,21% ke 3.130,5, ASX 200 Australia melonjak 1,65% ke 6.976,9, dan KOSPI Korea Selatan melompat 1,81% menjadi 2.335,22.

Namun untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,66% ke posisi 7.052,3 pada perdagangan awal November 2022.

Dari China, data aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) periode Oktober versi Caixin terpantau naik, tetapi masih berada di zona kontraksi.

PMI manufaktur China versi Caixin dilaporkan naik menjadi 49,2 pada Oktober lalu, dari sebelumnya di angka 48,1 pada September lalu. Angka ini lebih baik dari prediksi pasar dalam polling Reuters yang memperkirakan kenaikan menjadi 48,4.

Meski naik, tetapi PMI manufaktur versi Caixin masih berada di zona kontraksi.

Sebelumnya kemarin, PMI manufaktur China versi NBS periode Oktober dilaporkan turun menjadi 49,2, dari sebelumnya pada September lalu di angka 50,1.

Angka ini juga lebih rendah dari prediksi pasar dalam surveri Reuters yang memperkirakan PMI manufaktur turun tipis menjadi 50.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.

Sementara itu dari Australia, bank sentral (Reserve Bank of Australia/RBA) kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 2,85%. ini menjadi kenaikan ketujuh kali dalam beberapa bulan terakhir.

Kenaikan ini mengejutkan banyak orang, karena Gubernur RBA Philip Lowe dalam pernyataannya mengatakan bahwa anggota dewan berharap akan meningkatkan suku bunga lebih lanjut selama periode yang akan datang.

"Kebijakan ini seiring dengan kondisi perekonomian global, pengeluaran rumah tangga, dan penetapan upah serta harga," kata Philip. Philip menambahkan, anggota dewan RBA mengakui bahwa kebijakan moneter beroperasi dengan lambat dan efek dari kenaikan suku bunga belum dirasakan dalam pembayaran hipotek.

Philip menambahkan, anggota dewan RBA mengakui bahwa kebijakan moneter beroperasi dengan lambat dan efek dari kenaikan suku bunga belum dirasakan dalam pembayaran hipotek.

Menurut RBA, inflasi saat ini diperkirakan akan mencapai puncaknya sekitar 8% di akhir tahun 2022, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 7,75%.

Seperti diketahui, suku bunga telah naik 275 bp sejak Mei lalu. Bank sentral Negeri Kanguru tersebut ingin melihat bagaimana dampak yang terjadi apakah akan mempengaruhi belanja konsumen secara drastis di tengah ketidakpastian global.

Akan tetapi, hasilnya, belanja konsumen malah tetap kuat, pasar kerja tetap ketat, dan inflasi di Australia melesat ke level tertinggi selama 32 tahun terakhir. Hasil tersebut memicu RBA untuk kembali menaikkan suku bunga yang lebih tinggi pada hari ini.

Bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas bergairah terjadi saat pasar menanti pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada Kamis dini hari waktu Indonesia.

Bank sentral paling powerful di dunia ini diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 bp menjadi 3,75% - 4%.

Tetapi pelaku pasar akan melihat apakah The Fed setelahnya akan menghentikan sementara kenaikan suku bunganya, atau menurunkan agresivitasnya.

Beberapa pejabat The Fed juga sudah mengungkapkan keinginan untuk mengendurkan laju kenaikan suku bunga. Sebabnya, ada risiko perekonomian AS akan kembali mengalami double dip recession.

Kontraksi produk domestik bruto (PDB) dalam 2 kuartal sebelumnya secara teknis sudah disebut resesi. Namun, resesi AS di awal tahun ini ringan, bahkan mungkin belum terasa sebab pasar tenaga kerja AS masih sangat kuat, tetapi yang parah akan datang.

Kemudian, pada kuartal III-2022, PBB AS mampu tumbuh sehingga lepas dari resesi. Tetapi, risiko kembali mengalaminya, bahkan lebih parah alias double dip recession sangat besar jika suku bunga terus dinaikkan dengan agresif.

Harapan The Fed akan mengendurkan laju kenaikan suku bunga tersebut menjadi salah satu pemicu Wall Street mampu melesat di Oktober.