Equity World | Bursa Asia Dibuka Cerah Lagi, IHSG Bakal Ikutan?
Equity World | Jakarta, Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka menguat pada perdagangan Jumat (20/1/2023), di tengah melemahnya lagi bursa saham acuan global Amerika Serikat (AS) karena investor khawatir kembali bahwa bank sentral AS masih akan bersikap hawkish.
Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka melesat 0,96%, Shanghai Composite China menguat 0,29%, ASX 200 Australia bertambah 0,2%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,18%.
Sedangkan untuk indeks Nikkei 225 Jepang dibuka melemah 0,25% dan Straits Times Singapura turun tipis 0,02%.
Dari Jepang, data inflasi pada periode Desember 2022 telah dirilis pada hari ini. Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) atau indeks harga konsumen (IHK) terpantau kembali naik menjadi 4% pada bulan lalu secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada November 2022 sebesar 3,8%.
Hal ini terjadi untuk pertama kalinya dalam lebih dari empat dekade terakhir, di mana angka tersebut adalah yang terkuat sejak 1981 dan sesuai dengan perkiraan analis.
Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), IHK Negeri Sakura justru turun sedikit menjadi 0,3% pada Desember 2022, dari sebelumnya pada November 2022 sebesar 0,4%
Akselerasi pertumbuhan inflasi tersebut sebagian besar disebabkan oleh kenaikan lebih lanjut dalam biaya energi dan makanan olahan.
Adapun untuk IHK inti Jepang pada Desember 2022 juga naik menjadi 4% (yoy), dari sebelumnya sebesar 3,8% pada November 2022.
Angka terbaru tidak akan mengubah pandangan Gubernur bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ), Haruhiko Kuroda bahwa tren inflasi akan mendingin.
BoJ merilis prospek harga yang diperbarui setelah pertemuan kebijakan Rabu lalu, meningkatkan pandangan inflasi untuk tahun fiskal saat ini menjadi 3%, sambil mempertahankannya untuk dua tahun ke depan di bawah 2%.
Namun, kenaikan harga yang berlarut-larut menambah kekhawatiran bahwa BoJ mungkin telah meremehkan kekuatan momentum inflasi, sebuah faktor yang mengundang spekulasi bahwa bank sentral mungkin akan mempertimbangkan kembali arah kebijakannya.
BoJ memutuskan pada pertemuan terakhir untuk mempertahankan pengaturan kebijakan dasarnya tidak berubah, melawan spekulasi pasar akan ada lebih banyak pergeseran setelah langkah mengejutkan di Desember 2022.
Pesatnya pertumbuhan harga juga mulai mendinginkan kepercayaan konsumen, terlihat dari turunnya belanja rumah tangga untuk pertama kalinya dalam tiga bulan terakhir per November 2022.
Sedangkan, penjualan ritel di bulan yang sama juga menurun meskipun permintaan dari turis asing meningkat, menunjukkan pukulan dari inflasi.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung menguat terjadi di tengah terkoreksinya lagi bursa saham AS, Wall Street kemarin, karena investor khawatir kembali bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) masih akan bersikap hawkish.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) dan S&P 500 ditutup melemah 0,76% dan Nasdaq Composite merosot 0,96%.
"Setelah pasar secara praktis menyerempet perkiraan nilai wajar SPX jangka pendek kami intraday (pada Selasa dan Rabu) saham turun dan bertindak seolah-olah mereka membutuhkan istirahat," kata Christopher Harvey, kepala strategi ekuitas Wells Fargo Securities di kutip CNBC International.
Ditambah lagi, sentimen pasar memburuk sejak bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) diramal bakal terus agresif menaikkan suku bunga meskipun inflasi AS sudah mendingin.
Padahal sebelumnya CPI atau IHK di AS pada Desember 2022 dilaporkan tumbuh 6,5% (yoy), jauh lebih rendah dari sebelumnya 7,1%. IHK tersebut juga menjadi yang terendah sejak Oktober 2021.
IHK inti, yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan juga turun menjadi 5,7% dari sebelumnya 6%, dan berada di level terendah sejak Desember 2021.
Di sisi lain, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan data klaim pengangguran jatuh ke level terendah sejak September. Ini memberi sinyal kepada investor bahwa pasar tenaga kerja masih cukup tangguh di tengah ekonomi yang melambat.
"Terlepas dari semua PHK pasca-pandemi teknologi besar, pasar pekerjaan tetap panas," kata Edward Moya, analis pasar senior dengan data mata uang dan perusahaan perdagangan Oanda di kutip CNBC International.
Klaim pengangguran berjumlah 190.000 yang disesuaikan secara musiman untuk pekan yang berakhir 14 Januari, turun 15.000 dari periode sebelumnya. Angka ini juga di bawah perkiraan ekonom yang disurvei oleh Dow Jones yakni sebesar 215.000.
Saat ini, investor tengah fokus menanti komentar pejabat The Fed untuk sinyal-sinyal terkait seberapa besar suku bunga akan dinaikkan. CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon berpendapat bahwa suku bunga akan mencapai 5%.