Equity World | China Effect Bikin Wall Street Ambruk, IHSG Ekstra Siaga!
Equity World | Awal pekan ini, pasar keuangan Tanah Air ditutup kurang bergairah. Pasar ekuitas dan nilai tukar rupiah kompak berada di zona merah, serta Surat Berharga Negara (SBN) ditutup beragam.
Beberapa sentimen penggerak pasar hari ini yang patut dicermati oleh para pelaku pasar, akan dibahas lebih lanjut pada halaman 3.
Pada Senin (28/11/2022), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup di zona merah, melemah 0,51% ke posisi 7.017,36.
Sepanjang perdagangan, IHSG sempat mencapai nilai tertinggi yaitu 7083.37 di awal perdagangan sesi I serta hampir menyentuh level psikologis 7.000 di akhir periode sesi II tepatnya di level 7011.45.
Terdapat tujuh indeks sektoral menjadi pemberat laju IHSG, salah satu yang melemah tajam yakni indeks teknologi ambles 3,83%, indeks infrastruktur anjlok 1,28% dan indeks sektor transportasi yang melemah tajam 1,01%. Sedangkan, hanya empat indeks sektoral yang sukses berada di zona hijau.
Total volume transaksi mencapai 20,54 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 12,29 triliun. Namun, asing masih mencatatkan net buy senilai Rp 429,87 miliar di seluruh pasar, di tengah terkoreksinya IHSG.
Ternyata, IHSG tidak sendirian. Di bursa Asia Pasifik, mayoritas saham berakhir di zona merah.
Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup melemah 0,42% ke posisi 28.162,83, Hang Seng Hong Kong ambles 1,57% ke 17.297,94, Shanghai Composite China terkoreksi 0,75% ke 3.078,55, Straits Times Singapura turun 0,14% ke 3.240,06, ASX 200 Australia terpangkas juga 0,42% ke 7.229,1, KOSPI Korea Selatan merosot 1,21% ke 2.408,27.
Ambruknya pasar ekuitas di kawasan Asia Pasifik tersebut dipicu oleh kebijakan nol-Covid di China yang menimbulkan demonstrasi besar-besaran mulai dari Minggu (27/11/2022) malam waktu setempat.
Gelombang protes sipil belum pernah terjadi sebelumnya di China daratan sejak Presiden Xi Jinping mengambil alih kekuasaan satu dekade lalu. Kini. warga diselimuti rasa frustrasi atas kebijakan nol-Covid dari Xi Jinping 3 tahun setelah pandemi merebak.
Bahkan, beberapa pengunjuk rasa bahkan menuntut pengunduran diri Presiden China Xi Jinping.
Hal ini membuat investor khawatir bahwa ketegangan tersebut akan berdampak kepada ekonomi China. Maklum saja, China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, saat kerusuhan terjadi dan berdampak pada roda bisnis, maka negara lain akan terkena dampaknya.
Sehingga, investor cenderung beralih ke aset yang lebih aman dan meninggalkan pasar ekuitas yang berstatus aset berisiko.
Senasib, Mata Uang Garuda juga ditutup melemah 0,32% ke Rp 15.720/US$. Di sepanjang perdagangan, rupiah terparkir di zona merah, melanjutkan pelemahannya dari akhir pekan lalu. Dengan demikian, rupiah telah terkoreksi selama dua hari beruntun.
Hal tersebut terjadi sebab indeks dolar AS kembali menunjukkan tajinya hari ini setelah kebijakan zero Covid di China menimbulkan aksi protes dan merusak sentimen global, sehingga pasar investor kembali memburu mata uang safe haven. Maka dari itu, dolar AS kembali diuntungkan dengan adanya fenomena tersebut.
Pada akhir perdagangan Senin (28/11/2022), indeks dolar AS terpantau menguat 0,05% ke posisi 106.
Beberapa analis ternama juga menyatakan kekhawatirannya atas aksi protes yang terjadi di China.
"Itu adalah lapisan kekhawatiran baru di China yang perlu diawasi dengan ketat," kata Ahli Strategi Mata Uang di National Australia Bank Rodrigo Catril dikutip Reuters.
"Pastinya di awal minggu, itu akan mengatur nada, dan saya kira apa yang akan menjadi fokus juga, tidak hanya pengenaan pembatasan yang mungkin diberlakukan China, jika ada, tetapi juga tingkat penularannya," tambahnya.
Sementara itu, pasar SBN juga ditutup beragam kemarin. Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 15 tahun naik 1,2 basis poin (bp) ke posisi 6,946. Sedangkan untuk yield SBN berjangka waktu 20 tahun meningkat 1,4 bp menjadi 7,124%.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) turun 0,7 bp menjadi 6,947%.
Yieldberlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.