Return to site

Equity World | Kecuali Nikkei, Bursa Asia Ditutup Merana Lagi

Equity World | Kecuali Nikkei, Bursa Asia Ditutup Merana Lagi

Equity World | Mayoritas bursa Asia-Pasifik kembali ditutup melemah pada perdagangan Kamis (11/5/2023), di tengah melandainya kembali inflasi China dan Amerika Serikat (AS).

Hanya Indeks Nikkei 225 Jepang yang ditutup di zona hijau pada hari ini. Nikkei berakhir naik tipis 0,02% menjadi 29.126,699.

Sedangkan sisanya ditutup di zona merah. Indeks Hang Seng Hong Kong turun tipis 0,09% ke 19.743,789, Shanghai Composite China melemah 0,29% ke 3.309,55, Straits Times Singapura terdepresiasi 0,39% ke 3.229,55, ASX 200 Australia terkoreksi tipis 0,05% ke 7.251,9, KOSPI Korea Selatan terpangkas 0,22% ke 2.491, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 0,82% menjadi 6.755,94.

Dari China, data inflasi pada periode April lalu kembali menurun, menandakan bahwa masyarakat China masih belum optimistis terhadap kondisi perekonomian.

Data dari pemerintah China pagi ini menunjukkan inflasi pada bulan lalu turun ke 0,1% (year-on-year/yoy), dibandingkan periode sebelumnya yang masih tumbuh 0,7% (yoy) dan ekspektasi pasar pada survei Reuters di 0,4% (yoy).

Rendahnya inflasi terjadi meski bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) memangkas suku bunganya dan menyuntikkan likuiditas ke perekonomian.

Inflasi tinggi bisa menggerus daya beli masyarakat, sebaliknya inflasi yang rendah bisa berarti daya beli masyarakat lemah atau masyarakat enggan berbelanja dan memilih saving. Sehingga, tingkat inflasi yang tepat, bisa merupakan indikator kesehatan dan pertumbuhan ekonomi.

Masyarakat China lebih memilih untuk menahan belanja. Artinya, masyarakat China masih belum optimistis terhadap kondisi perekonomian.

"Pandangan inti kami ekonomi China mengalami deflasi," kata Raymond Yeung, kepala ekonom untuk China di ANZ Research, sebagaimana dilaporkan CNN, Selasa (25/4/2023).

Berbanding terbalik dengan Amerika Serikat (AS), di mana inflasi meski mengalami penurunan, tetapi masih terbilang cukup tinggi.

Inflasi Negeri Paman Sam pada bulan lalu melandai ke 4,9% secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih baik dibandingkan periode sebelumnya dan ekspektasi pasar yang proyeksi tetap bertahan di 5% (yoy).

Sedangkan untuk inflasi inti AS tetap bertahan di 5,5% (yoy), sama seperti bulan sebelumnya. Data inflasi yang melandai bisa menjadi pertimbangan The Fed agar tidak terlalu agresif di pertemuan FOMC mendatang.

Meski kembali menurun, tetapi untuk mencapai target dari yang ditetapkan di 2%, rasanya masih cukup jauh, sehingga banyak pengamat menilai bahwa inflasi AS baru akan dapat mencapai targetnya sekitar dua tahun lagi.

Data tenaga kerja yang masih cukup kuat menjadi penyebab sulit turunnya inflasi di AS.

Pada Jumat malam lalu, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang April perekonomian Amerika Serikat mampu menyerap 253.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP). Angka tersebut jauh lebih tinggi dari estimasi Wall Street sebanyak 180.000 orang.

Tingkat pengangguran turun menjadi 3,4% dari bulan sebelumnya 3,5%. Padahal, Wall Street memproyeksikan naik menjadi 3,6%. Tingkat pengangguran 3,4% ini menyamai rekor terendah sejak 1969.

Kemudian rata-rata upah per jam naik 0,5% (month-to-month/mtm), lebih tinggi dari ekspektasi 0,3% sekaligus tertinggi dalam satu tahun terakhir. Secara tahunan (yoy), rata-rata upah tersebut naik 4,4% juga lebih tinggi dari ekspektasi 4,2%.

Dalam kondisi normal, pasar tenaga kerja yang kuat dengan rata-rata upah yang tinggi tentunya menjadi kabar baik. Tetapi, dalam kondisi "perang" melawan inflasi hal itu menjadi buruk bahkan bisa sangat buruk.

Rata-rata upah per jam yang masih naik tinggi tentunya membuat daya beli masyarakat tetap kuat. Alhasil, inflasi menjadi sulit turun.

Tetapi, data inflasi terbaru yang kembali melandai dan sesuai dengan prediksi pasar membuat ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada bulan depan menurun.

Data terbaru dari perangkat FedWatch milik CME Group menunjukkan pelaku pasar kini melihat probabilitas sebesar 8,5% The Fed akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 5,25% - 5,5% pada 14-15 Juni mendatang.