Equityworld Futures | Gak Cuma IHSG, Bursa Asia pun Ambruk! KOSPI Selamat
Equityworld Futures | Bursa saham Asia mayoritas berakhir di zona merah pada perdagangan Senin (12/4/2021). Koreksi ini menyusul masih minimnya angin sentimen pengangkat bursa dan kekhawatiran pelaku pasar di China terkait potensi pengetatan kebijakan suku bunga acuan di tengah ekspektasi data ekonomi yang optimis yang akan dirilis akhir bulan ini.
Hanya indeks KOSPI Korea Selatan yang masih mampu bertahan di zona hijau pada perdagangan awal pekan ini, di mana indeks saham acuan Negeri Ginseng tersebut ditutup menguat 0,12% ke level 3.135,59.
Sedangkan sisanya berakhir di zona merah pada perdagangan hari ini, Data perdagangan mencatat, indeks Nikkei Jepang berakhir merosot 0,77% ke 29.538,73, Hang Seng terjerembab 0,86% ke 28.453,28, Shanghai Composite China ambles 1,09% ke 3.412,95, dan STI Singapura melemah 0,33% ke 3.173,93.
Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjadi yang terparah dibandingkan dengan pelemahan indeks saham Asia lainnya, di mana indeks bursa saham acuan RI tersebut berakhir ambruk 2% ke level 5.948,57.
Pelaku pasar sebagian besar khawatir jika otoritas moneter China akan mengetatkan kebijakan suku bunga acuannya, di tengah ekspektasi data ekonomi yang optimis yang akan dirilis akhir bulan ini.
"Data pertumbuhan ekonomi kuartal pertama China mungkin akan mengalahkan ekspektasi pasar, yang dapat meningkatkan kekhawatiran atas pengetatan kebijakan moneter yang lebih cepat," kata Huaan Securities dalam sebuah laporan, dikutip dari Reuters.
"Pasar juga dapat menghadapi tantangan, karena indeks harga produsen (PPI) yang lebih kuat dari perkiraan dapat menyebabkan perubahan marjinal dalam kebijakan moneter," tambahnya.
Selain itu, ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China yang kembali terjadi juga memperburuk sentimen di Asia.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken mengatakan pada Minggu (11/4/2021) kemarin bahwa AS prihatin tentang tindakan agresif China terhadap Taiwan dan ia memperingatkan bahwa hal itu dapat menjadi "kesalahan serius" bagi siapa pun yang mencoba mengubah status quo di Pasifik Barat dengan secara paksa.
Pelaku pasar sebagian besar khawatir jika otoritas moneter China akan mengetatkan kebijakan suku bunga acuannya, di tengah ekspektasi data ekonomi yang optimis yang akan dirilis akhir bulan ini.
"Data pertumbuhan ekonomi kuartal pertama China mungkin akan mengalahkan ekspektasi pasar, yang dapat meningkatkan kekhawatiran atas pengetatan kebijakan moneter yang lebih cepat," kata Huaan Securities dalam sebuah laporan, dikutip dari Reuters.
"Pasar juga dapat menghadapi tantangan, karena indeks harga produsen (PPI) yang lebih kuat dari perkiraan dapat menyebabkan perubahan marjinal dalam kebijakan moneter," tambahnya.
Selain itu, ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China yang kembali terjadi juga memperburuk sentimen di Asia.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken mengatakan pada Minggu (11/4/2021) kemarin bahwa AS prihatin tentang tindakan agresif China terhadap Taiwan dan ia memperingatkan bahwa hal itu dapat menjadi "kesalahan serius" bagi siapa pun yang mencoba mengubah status quo di Pasifik Barat dengan secara paksa.
Di lain sisi, kontrak berjangka (futures) indeks saham AS juga tertekan, setelah pekan lalu indeks S&P 500 dan Dow Jones menyentuh rekor tertinggi baru merespons komentar bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang mempertahankan kebijakan suku bunga longgarnya.
Terbaru pada Minggu kemarin, Ketua The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa ekonomi AS berada di "poin pembalikan" dengan pertumbuhan dan kenaikan pembukaan lapangan kerja diprediksi melesat.
Namun demikian, masih ada risiko seputar pembukaan ekonomi yang terlalu cepat yang bisa memicu kembali kenaikan kasus Covid-19. Powell mengatakan "sangat tidak mungkin" bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan "kapan pun tahun ini."